
Di tengah krisis kemanusiaan yang mendalam di Gaza, perjuangan untuk keadilan dan masa depan yang lebih baik berlangsung di dua area yang berbeda namun saling terhubung. Area pertama adalah panggung publik global, tempat denyut nurani dunia diekspresikan melalui aksi-aksi solidaritas, kampanye media sosial, dan penggalangan dana. Hal tersebut merupakan area yang digerakkan oleh empati dan kemarahan moral kolektif. Namun secara paralel, hadirnya area kedua yang lebih senyap tetapi tidak kalah krusial sehingga mampu membangun koridor-koridor kekuasaan tempat hukum internasional dan diplomasi tingkat tinggi beroperasi.
Di area kedua tersebut, tercipta seruan-seruan emosional untuk keadilan berusaha diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan formal, kebijakan negara, dan putusan yang mengikat secara hukum. Memahami dinamika di panggung hukum dan diplomasi global tersebut sangat penting untuk melihat gambaran utuh dari perjuangan Gaza, melampaui gelombang simpati sesaat menuju upaya-upaya sistematis untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Area tersebut merupakan tempat pertarungan narasi, pengaruh, dan kepentingan antarnegara diuji untuk menentukan nasib sebuah bangsa.
Medan Yuridis: Upaya Menegakkan Keadilan Melalui Hukum Internasional
Salah satu perkembangan paling signifikan dalam konflik Gaza terkini adalah aktivasi mekanisme hukum internasional sebagai medan pertempuran baru. Tuntutan moral untuk menghentikan kekerasan dan meminta pertanggungjawaban sampai sekarang mampu diartikulasikan dalam bentuk tuntutan hukum formal di hadapan dua lembaga peradilan paling penting di dunia yang berkedudukan di Den Haag.
Pertama, Mahkamah Internasional (International Court of Justice - ICJ) yang berfungsi sebagai pengadilan antarnegara di bawah naungan PBB. Langkah terobosan datang ketika Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel, dengan tuduhan serius telah terjadi pelanggaran terhadap Konvensi Genosida 1948. Proses yang sudah dilakukan mampu mengubah diskursus dari sekadar opini politik menjadi penyelidikan yuridis. ICJ telah mengeluarkan serangkaian "tindakan sementara" yang secara hukum mengikat Israel untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna mencegah tindakan genosida dan menjamin akses penuh terhadap bantuan kemanusiaan. Walaupun penegakannya menjadi tantangan tersendiri, putusan-putusan tersebut mampu memberikan landasan hukum yang kuat bagi masyarakat internasional untuk meningkatkan tekanan politik dan diplomatik.
Kedua, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Langkah Kepala Jaksa ICC yang mengupayakan penerbitan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin dari kedua belah pihak yang berkonflik mengirimkan pesan yang jelas. Pesan tersebut ditujukan kepada era impunitas bagi para pemegang kekuasaan yang sedang ditantang. Langkah tersebut mampu menegaskan prinsip bahwa hukum internasional berlaku untuk semua individu tanpa memandang jabatan atau afiliasi politik. Meskipun proses di ICC penuh dengan kontroversi politik dan perdebatan yurisdiksi, merupakan upaya nyata untuk mewujudkan pertanggungjawaban personal atas kekejaman yang terjadi.

Panggung Diplomasi: Pertarungan Pengaruh dan Upaya Mediasi
Secara bersamaan dengan proses hukum, area diplomasi menjadi panggung pertarungan pengaruh yang tak henti-hentinya. Dengan demikian, kepentingan nasional, aliansi strategis, dan tekanan politik menjadi faktor penentu.
Forum utama yang menjembatani konflik tersebut adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Di Dewan Keamanan, upaya untuk meloloskan resolusi yang menyerukan gencatan senjata permanen sering kali terbentur oleh penggunaan hak veto dari anggota tetapnya. Kebuntuan tersebut mampu merefleksikan perpecahan geopolitik global yang merintangi aksi kolektif yang tegas. Sebaliknya, Majelis Umum PBB yang mewakili hampir seluruh negara di dunia secara konsisten mampu menunjukkan konsensus global yang luas. Dengan mayoritas suara yang sangat besar, Majelis Umum telah berulang kali mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata dan perlindungan bagi warga sipil. Meskipun tidak mengikat secara hukum, resolusi tersebut memiliki bobot politik dan moral yang sangat besar, berfungsi sebagai cerminan suara hati nurani dunia dan meningkatkan isolasi diplomatik bagi pihak-pihak yang menentangnya.
Di luar forum multilateral, upaya mediasi yang intensif dilakukan oleh negara-negara kunci seperti Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. Diplomasi antar-jemput yang terjadi bertujuan untuk mencapai terobosan praktis, seperti kesepakatan jeda kemanusiaan dan pertukaran sandera dengan tahanan. Negosiasi tersebut sangat sulit dan sering kali berjalan di balik layar, menunjukkan kompleksitas luar biasa dalam menjembatani tuntutan yang saling bertentangan.
Perkembangan penting lainnya adalah gelombang pengakuan diplomatik terhadap Negara Palestina oleh sejumlah negara, termasuk negara-negara Eropa. Langkah tersebut tidak hanya lebih dari sekadar tindakan simbolis, namun juga tindakan tersebut merupakan suatu strategi diplomatik yang dirancang untuk membangun momentum baru menuju realisasi solusi dua negara dan memberikan tekanan politik tambahan untuk mengakhiri pendudukan.
Menuju Sinergi Aksi untuk Dampak Maksimal
Perjuangan untuk masa depan Gaza yang damai dan adil tidak dapat dimenangkan hanya di satu area. Gelombang solidaritas publik di seluruh dunia sangat vital untuk menjaga isu tentang Gaza tetap hidup, memberikan tekanan moral kepada para pemimpin, dan menunjukkan bahwa dunia tidak tinggal diam. Aksi-aksi yang dilakukan merupakan sumber energi dan legitimasi moral.
Namun, energi tersebut harus disalurkan ke dalam mekanisme yang dapat menghasilkan perubahan struktural. Dengan demikian, peran area hukum dan diplomasi menjadi sangat krusial. Proses di ICJ dan ICC adalah upaya untuk menegakkan supremasi hukum di atas kekuatan militer. Keputusan di Dewan Keamanan, suara di Majelis Umum, dan negosiasi yang dimediasi oleh negara lain adalah upaya untuk mengubah lanskap politik.
Pada akhirnya, dampak yang paling signifikan akan tercapai ketika kedua area tersebut bersinergi. Ketika suara lantang dari jalanan diperkuat oleh putusan hukum yang mengikat dan diwujudkan melalui resolusi diplomatik yang tegas, barulah perubahan sejati dapat terjadi. Perjuangan Gaza adalah pengingat bahwa kemanusiaan tidak hanya menuntut lebih dari sekadar simpati, namun juga menuntut aksi yang cerdas, strategis, dan berkelanjutan di semua bidang yang tersedia.