
, Jakarta - Investigasi terbaru dari Environmental Investigation Agency (EIA US) mengungkap perdagangan merkuri ilegal berskala besar dari Meksiko ke kawasan Amazon, yang disebut sebagai penyelundupan merkuri terbesar yang pernah tercatat di dunia. Dalam laporan berjudul ‘Traffickers Leave No Stone Unturned’, EIA mencatat sekitar 200 ton merkuri telah diselundupkan sejak April 2019 hingga Juni 2025 untuk mendukung operasi tambang emas ilegal di Bolivia, Kolombia, dan Peru.
“Aliran merkuri beracun ke tambang emas ilegal di Amazon telah terlalu lama dianggap sebagai sesuatu yang tak terhindarkan. Sudah saatnya menantang status quo ini, yang merugikan masyarakat Amazon dan menguntungkan para kriminal terorganisir,” kata Alexander von Bismarck, Direktur Eksekutif EIA US, dalam keterangan tertulis, 24 Juli 2025.
Merkuri tersebut bersumber dari tambang-tambang aktif di negara bagian Queretaro, Meksiko, termasuk di kawasan Cagar Biosfer Sierra Gorda UNESCO. Menurut EIA, beberapa tambang dikendalikan oleh Kartel Generasi Baru Jalisco. Lonjakan harga emas turut memicu permintaan merkuri, dengan harga mencapai US$330 per kilogram pada 2025, menciptakan apa yang disebut warga lokal sebagai “demam merkuri”.
EIA menyatakan jalur penyelundupan melibatkan kartel narkoba Kolombia yang mengendalikan distribusi domestik, dan sebagian merkuri dikirim melalui Amerika Serikat. Estimasi konservatif menyebut merkuri tersebut digunakan untuk mengekstraksi emas ilegal senilai sedikitnya US$ 8 miliar, dengan patokan harga emas US$ 3.300 per ons.
Penyelundupan ini juga menunjukkan keterkaitan erat antara perdagangan merkuri dan jaringan kejahatan terorganisir lintas negara. Pada Juni 2025, otoritas bea cukai Peru (SUNAT) berhasil menyita sekitar 4 ton merkuri ilegal asal Meksiko yang dikirim lewat perusahaan pelayaran Ocean Network Express (ONE) menggunakan kapal Hapag Lloyd. EIA mencatat ini sebagai penyitaan merkuri terbesar yang pernah terjadi di kawasan Amazon.
“Selama tambang merkuri tetap dibiarkan beroperasi, baik di Meksiko maupun tempat lain, para penyelundup akan terus menemukan celah. Masalah ini harus ditangani dari akarnya,” ujar von Bismarck menegaskan.
Laporan ini juga menyoroti dampak ekologi dari aktivitas penambangan emas ilegal yang bergantung pada merkuri. Para penambang mencampurkan merkuri dengan sedimen untuk membentuk amalgam, yang kemudian dipanaskan untuk menguapkan merkuri dan meninggalkan emas. Metode ini melepaskan ratusan ton merkuri ke udara dan lingkungan setiap tahun, mencemari tanah, sungai, dan hutan, serta memicu gangguan neurologis serius pada masyarakat sekitar.
EIA mencatat, hingga 2024, tambang emas ilegal telah menyebabkan deforestasi lebih dari 2 juta hektare di Amazon—meningkat 50 persen dalam enam tahun. Sekitar sepertiga dari kerusakan ini terjadi di wilayah lindung dan adat seperti tanah Yanomami, Munduruku, dan Kayapó.
Kondisi ini menunjukkan lemahnya implementasi Konvensi Minamata tentang Merkuri. Laporan EIA mendesak evaluasi menyeluruh terhadap konvensi tersebut dalam Conference of the Parties ke-6 yang dijadwalkan November 2025. Isu-isu mendesak mencakup masa tenggang operasional tambang merkuri, lemahnya penegakan hukum, serta celah regulasi yang masih membolehkan penggunaan merkuri dalam penambangan emas skala kecil (ASGM).
Harga emas yang terus melonjak sejak 2023 akibat ketegangan geopolitik—terutama antara AS dan Cina—turut memperburuk situasi. Emas menjadi instrumen lindung nilai utama, dengan harga mencapai rekor tertinggi US$3.500 per ons pada April 2025.
Dengan sebagian besar emas dunia berasal dari sumber ilegal—di negara-negara Amazon diperkirakan mencapai hingga 90 persen—penyelundupan merkuri menjadi ancaman serius bagi ekosistem dan keamanan masyarakat setempat.