Kasus perundungan di SMP Xaverius Bandar Lampung menambah daftar panjang kejadian serupa di lingkungan sekolah. Awalnya hanya masalah kecil,...
Kasus perundungan di SMP Xaverius Bandar Lampung menambah daftar panjang kejadian serupa di lingkungan sekolah. Awalnya hanya masalah kecil, namun kejadian ini berubah menjadi isu yang kini sedang ditangani oleh aparat kepolisian.
Berikut urutan kejadian dan informasi pentingnya:
1. Awalnya, pakaian basah kuyup setelah dihujani air
Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan kasus bullying yang terjadi di salah satu Sekolah Menengah Pertama swasta di Bandar Lampung. Kejadian tersebut dimulai ketika korban, L (14), dihina oleh temannya, R (14), di area kamar mandi sekolah. R (14) menyiramkan air ke tubuh L (14) hingga pakaian seragamnya basah kuyup.
Peristiwa ini mendapat perhatian dari lingkungan sekolah, karena L (14) harus kembali ke kelas dengan pakaian yang basah kuyup. Keadaan ini tidak hanya membuat L (14) merasa terpuruk, tetapi juga menjadi awal dari rangkaian tindakan bullying yang berujung pada kejadian lebih parah beberapa hari setelahnya.
2. Dijemput guru, pelaku dianggap anak yang tidak sopan
Setelah peristiwa tersebut, L (14) sebenarnya memutuskan untuk diam dan tidak terlalu banyak menceritakan apa yang ia alami. Namun, tidak bisa dipungkiri, seragamnya yang basah jelas menimbulkan pertanyaan dari guru maupun teman-temannya. Keadaan ini akhirnya membuat L (14) dipanggil oleh pihak sekolah untuk diberi kesempatan memberikan keterangan.
Setelah mengetahui fakta sebenarnya, pihak sekolah akhirnya memanggil R (14), pelaku penyiram, untuk diperiksa. R (14) diduga pernah "dihukum" oleh guru karena dianggap bersikap tidak sopan. Kejadian ini justru membuat R (14) merasa kesal. Dari situ, timbul rasa benci yang kemudian ia alurkan kepada L (14), hingga akhirnya mengarah pada ancaman berat terhadap korban.
3. Ancaman dan rasa benci yang tersemat
Setelah kejadian tersebut, L (14) sering menerima ancaman dan tekanan dari R (14). Kata-kata yang bersifat mengancam terus diucapkan, membuat L semakin merasa tertekan. Tidak berhenti sampai di sana, R (14) diduga mulai merencanakan tindakan untuk membalaskan dendamnya.
4. Urutan kejadian pencurian ponsel dan dipaksa mengikuti
Dua hari setelahnya, rencana balas dendam terlaksana. R (14) memanfaatkan kesempatan saat ponsel siswa dikumpulkan oleh guru. Ketika ponsel tersebut dikembalikan, ia mengambil ponsel milik L (14) dan menggunakan alat tersebut untuk menarik korban.
Dengan kalimat pendek, R (14) mengatakan,Kamu mau hp ini? Ikut aku,yang akhirnya menyebabkan L (14) tidak memiliki pilihan selain mengikuti ajakan itu.
5. Telah ada orang-orang yang menunggu di tempat pertandingan
Saat tiba di tempat yang ditentukan, L (14) menemukan sekelompok anak lain telah menunggu lebih dulu. Kondisi saat itu terasa kaku, dengan banyak orang yang tampak menantikan apa yang akan terjadi berikutnya.
Siswa yang masih mengenakan seragam pramuka akhirnya dihadapkan pada R (14). Pertemuan tersebut berakhir dengan pertarungan mematikan yang tak terhindarkan, menyebabkan luka pada keduanya dan mengungkap fakta penting tentang tindakan perundungan di lingkungan sekolah.
6. Ibu dari korban merasa kecewa dan sedih sekali
Dalam wawancaranya dengan pengacara, ibu tersebut mengungkapkan rasa kecewa dan hancur karena anaknya menjadi korban bullying yang berujung pada kematian.
Ia mengatakan, selama ini L (14) sering mencari alasan setiap kali diminta pergi ke sekolah. Awalnya hal ini dianggap sebagai kebiasaan remaja yang tidak suka belajar, namun setelah kejadian tersebut, barulah ia menyadari bahwa sikap itu merupakan tanda trauma yang dialami anaknya akibat bullying yang terus-menerus.
7. Tidak ada niat baik
Pihak keluarga R (14) pernah mengunjungi rumah korban guna menyampaikan permintaan maaf terkait kejadian yang terjadi. Namun, bagi keluarga L (14), permintaan maaf itu belum memadai. Mereka merasa tidak ada tindakan nyata atau niat baik dari pihak pelaku dalam menyelesaikan kasus secara menyeluruh.
Terlebih lagi, pelaku lainnya tidak menunjukkan niat baik untuk melakukan mediasi. Hal ini akhirnya mendorong keluarga korban memilih jalur hukum sebagai cara untuk mencari keadilan.
8. Sekolah dianggap tidak memperhatikan karena tidak ada tanggapan
Keluarga L (14) sebenarnya telah berusaha berkomunikasi dengan pihak sekolah guna mencari solusi. Namun, upaya tersebut tidak menghasilkan apa pun. Pihak sekolah dianggap tidak memberikan respons yang memadai, bahkan keluarga korban menyatakan bahwa mereka tidak pernah dihubungi untuk melakukan negosiasi.
Kondisi ini semakin memperdalam rasa kekecewaan keluarga, karena mereka merasa ditinggalkan menghadapi masalah sendirian tanpa bantuan dari lembaga pendidikan yang dahulu mereka percayai sebagai tempat anak mereka berada.
9. Bukan kejadian perundungan yang pertama kali
Kasus yang menimpa L (14) bukanlah yang pertama terjadi di SMP Xaverius Bandar Lampung. Sebelumnya, terdapat kejadian perundungan di sekolah yang sama yang berkaitan dengan penyalahgunaanArtificial Intelligence.
Peristiwa yang terjadi berulang kali menimbulkan kecurigaan adanya pola tindakan bullying yang tidak diatasi.
10. Akhirnya mengambil jalur hukum
Karena tidak ada tindakan penyelesaian dari pihak sekolah maupun pelaku, keluarga L (14) akhirnya memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Bandar Lampung. Tindakan hukum ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban serta upaya untuk menegakkan keadilan.
Tragedi bullying di Sekolah Menengah Xaverius ini mengingatkan kita semua untuk lebih waspada. Mari, mulai memantau interaksi anak di sekolah, tanyakan kehidupan sehari-hari mereka, dan jangan ragu mengambil tindakan jika ada tanda-tanda bullying.
5 Strategi Menghindari Bullying, Tanamkan pada Anak Sejak Dini 4 Strategi Menghindarkan Anak dari Perundungan di Sekolah, Begini Saran Kak Seto! Berhenti Bullying dari Rumah: Ajarkan Anak Keterampilan Emosional Sejak Dini








