JAKARTA, medkom subang network Perut buncit juga bisa menjadi sinyal adanya peradangan kronis dalam tubuh.
Salah satu penyebab utama peradangan ini adalah pola makan yang tidak sehat.
Tanpa disadari, banyak makanan yang dikonsumsi sehari-hari justru memicu inflamasi.
Meskipun inflamasi merupakan respons alami tubuh, peradangan yang terjadi terus menerus dapat menurunkan sistem metabolisme tubuh.
Kondisi ini dapat memicu penumpukan lemak visceral di area perut.
Berikut beberapa makanan memicu inflamasi yang harus dihindari, sebagaimana dikutip dari laman Eat This Not That:
1. Karbohidrat yang dimanufakturkan
Karbohidrat olahan seperti nasi putih, roti putih, mie instan, dan makanan dari tepung terigu sering dikonsumsi karena praktis.
Namun, jenis karbohidrat ini telah kehilangan sebagian besar serat dan nutrisi alaminya selama proses pengolahan.
Sebagai hasilnya, makanan ini diketahui dicerna dengan cepat dan menyebabkan kenaikan gula darah yang signifikan.
Lonjakan ini merangsang pelepasan insulin dalam jumlah besar, yang dalam jangka panjang bisa memicu resistensi insulin, peradangan sistemik, dan akumulasi lemak di perut.
Selain itu, konsumsi karbohidrat olahan yang berlebihan juga berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit metabolik seperti diabetes tipe 2 dan obesitas.
Daging Olahan
Sosis, nugget, ham, bacon, dan daging asap merupakan contoh daging olahan yang cukup digemari.
Walaupun rasanya enak dan mudah diproses, jenis daging ini seringkali mengandung bahan pengawet seperti nitrat dan nitrit, serta tinggi natrium dan lemak jenuh.
Kandungan tersebut dapat memicu stres oksidatif dan inflamasi dalam tubuh.
Beberapa penelitian menunjukkan, konsumsi daging olahan secara rutin dapat meningkatkan penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP) dan interleukin-6 (IL-6), yang berkontribusi terhadap penumpukan lemak visceral.
Lemak tersebut sebenarnya lemak berbahaya karena dapat menyelimuti organ-organ penting di perut.
3. Minyak olahan
Minyak nabati olahan seperti minyak jagung, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari kaya akan asam lemak omega-6.
Meskipun omega-6 dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu, ketidakseimbangan antara omega-6 dan omega-3 dalam pola makan modern bisa menyebabkan peradangan kronis.
Lebih lanjut, proses pemurnian minyak olahan ini sering melibatkan suhu tinggi dan bahan kimia yang dapat menghasilkan senyawa berbahaya dan radikal bebas.
Penggunaan berulang minyak goreng pada suhu tinggi (deep frying) juga memperburuk kandungan senyawa inflamatorinya.
4. Makanan tinggi gula tambahan
Minuman manis, kue, permen, sereal instan, dan saus kemasan seringkali mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi. Termasuk fruktosa dalam bentuk sirup jagung tinggi fruktosa.
Konsumsi gula berlebih dapat meningkatkan kadar glukosa darah secara drastis dan memicu pelepasan insulin berlebih.
Pada akhirnya, kondisi tersebut menyebabkan resistensi insulin dan peradangan kronis.
Gula juga mengaktifkan jalur metabolik yang memproduksi AGEs ( Produk Akhir Glikasi Lanjutan ), senyawa yang berkaitan erat dengan inflamasi dan penuaan sel.
Penumpukan lemak, terutama di sekitar perut, seringkali menjadi konsekuensi langsung dari pola makan tinggi gula.
5. Makanan tinggi lemak trans
Lemak trans adalah jenis lemak yang paling merugikan bagi kesehatan.
Lemak ini umumnya ditemukan dalam makanan cepat saji, margarin, makanan ringan kemasan, dan makanan panggang komersial seperti donat, kue kering, dan biskuit.
Lemak trans terbentuk melalui proses hidrogenasi minyak nabati, yang membuatnya padat dan memperpanjang masa simpan.
Namun, lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL), menurunkan kolesterol baik (HDL), dan mendorong peradangan sistemik.
Penelitian menunjukkan, konsumsi lemak trans secara rutin berkontribusi pada obesitas sentral, yaitu penumpukan lemak di area perut yang sangat berisiko terhadap penyakit jantung, diabetes, dan gangguan metabolisme lainnya.