medkomsubang - Perlakuan sekolah swasta Al Kareem Islamic School di Jalan Baru Perjuangan RT 04/RW 11 Marga Mulya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, kepada para guru terungkap.
Pihak pengelola sekolah disebut menahan ijazah seorang guru, meski yang bersangkutan sudah berhenti bekerja atau resign.
Itu seperti diungkapkan oleh seorang tenaga pengajar, Salsabila Syafwani.
Dia mengatakan, ijazah tersebut ditahan oleh pihak sekolah hampir satu tahun.
"Masih ada juga ijazah salah satu guru yang masih ditahan sudah hampir satu tahun," kata Salsabila saat dikonfirmasi Tribun Bekasi , Selasa (17/6/2025).
Salsabila lantas menjelaskan kesepakatan kontrak kerja di awal.
Yakni jika pekerja kurun waktu di bawah tiga bulan tidak memenuhi standar aturan sekolah, maka perlu membayar denda sebesar Rp250 ribu.
Namun, menurut pengakuan Salsabila, ada ucapan dari pihak sekolah yang tidak sesuai kesepakatan kerja, bahwa ada tambahan denda sebanyak Rp500 ribu.
"Ijazah itu ditahan kalau misalkan pekerja ini tidak proper dan di bawah tiga bulan, sehingga harus bayar denda Rp250 ribu sesuai kontrak tertulis," ungkapnya.
"Tetapi beberapa kasus karyawan baru yang baru masuk di tahun 2025, ada omongan secara verbal kalau ada tambahan denda Rp500 ribu, dan itu tidak tertulis di dalam kontrak," jelasnya.
"Jika uang tersebut tidak dibayarkan, ada kemungkinan ijazah tidak akan diberikan," tambahnya.
Tidak hanya itu, Salsabila menuturkan, pihak sekolah juga diduga kerap memotong gaji para guru tanpa keterangan.
Dirinya sempat mengalami pemotongan gaji sebesar Rp700 ribu per bulan.
"Mereka membayar kami tidak pernah penuh, banyak pemotongan, dan kami tidak pernah tahu itu pemotongan untuk apa, pemotongan gaji pernah mencapai Rp700 ribu," katanya.

Salsabila mengaku sempat bingung dengan penyebab pihak sekolah dapat memotong gaji dirinya tanpa keterangan.
Bahkan, ia mengaku tidak kerap diberikan slip gaji oleh pihak sekolah.
"Jadi kami itu tidak pernah dapat transaksi slip gaji kecuali kami minta."
"Kami juga tidak didaftarkan BPJS, otomatis bukan pembayaran untuk BPJS itu potongannya."
"Intinya kami tidak tahu itu potongan kenapa," ucapnya.
Sementara guru lainnya, Anisa Dwi Zahra, menuturkan hal senada dengan Salsabila.
Anisa mengaku tidak pernah mendapatkan gaji penuh per bulan sesuai dengan kontrak kerja dari pihak sekolah.
"Saya dapat gaji tidak full karena gaji saya itu Rp1,9 juta tapi suka dipotong dan dapatnya Rp1,5 juta, dipotong sekitar Rp400 ribu," tutur Anisa saat dikonfirmasi, Selasa (17/6/2025).
Anisa menegaskan tidak mengetahui penyebab dipotongnya gaji.
Padahal menurutnya, kalau ia mengikuti selalu aturan yang diterapkan pihak sekolah, di antaranya tepat waktu masuk kerja.
"Saya juga tidak tahu itu kenapa dipotongnya, padahal saya juga kalau kerja selalu tepat waktu tidak pernah telat, dari pihak sekolah juga tidak pernah menjelaskan," tegasnya.
Anisa mengungkapkan, ketika dirinya menerima slip gaji juga tidak dijelaskan aliran potongan tersebut.
Berdasarkan keluhan ini, ia berharap pihak relevan dapat segera membantu dirinya dengan rekan guru di sekolah tersebut yang saat ini sudah berhenti kerja atau resign massal pada Jumat (13/5/2025).
"Ketika saya menerima slip gaji itu juga tidak ada keterangan uang potongan itu untuk apa, kami tidak dapat BPJS, padahal di kontrak kerja itu ada tulisan BPJS," ungkapnya.

Tak hanya soal gaji, keluhan juga dirasakan guru soal pekerjaan mereka yang di luar job desk.
Mereka mengaku, pihak sekolah, sering memberikan tugas di luar pekerjaan sebagai guru.
Pihak sekolah yang dimaksud dalam hal ini adalah kepala yayasan sekaligus diduga menjabat sebagai kepala sekolah (kepsek).
Seorang guru bernama Salsabila Syafwani mengatakan, berdasarkan hal itu, membuat dirinya bersama rekan seprofesi di sekolah tersebut menjadi resah.
"Kami dikontrak sebagai staf pendidik, tetapi terkadang kami diberikan tugas di luar jobdesk guru," kata Salsabila kepada awak media pada Senin (16/6/2025).
Tugas di luar jobdesk yang dimaksud Salsabila yaitu seperti penugasan kepada Asisten Rumah Tangga (ART).
Sementara itu, guru lain bernama Anisa Dwi Zahra mengaku pernah ditugaskan membeli ayam goreng untuk anak pemilik yayasan.
"Saya juga pernah disuruh membeli ayam fried chicken ke Jatiasih. Padahal di sini juga ada," kata Anisa.
"Saya sudah komplain, tetapi pihak yayasan tidak tahu alasannya dan akhirnya saya lakukan," imbuhnya.
Meskipun sering diberikan uang tambahan, Anisa tetap menyampaikan keberatan.
"Dapat uang bensin, tetapi saya sangat keberatan karena jauh," katanya.
"Jarak dari sini ke tempat penjual ayam lumayan jauh," ucap Anisa.

Pernyataan serupa juga diungkap oleh guru lain bernama Raihan Tri Wahyudi.
Setiap hari sebelum bekerja, Raihan diminta ke kediaman pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar sekolah.
"Setiap hari sebelum bekerja, saya harus ke rumah beliau (pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," kata Raihan.
Raihan mengaku merasa berat untuk menolak ketika ditugaskan oleh pemilik yayasan berdasarkan statusnya sebagai karyawan di bawah pimpinan.
Akhirnya, dia mengaku terpaksa melakukannya.
"Selama kerja di kantor sebagai staff education, saya cuma dapat gaji. Tetapi, kebanyakan saya bekerja di rumah beliau (pemilik yayasan), yaitu mengantar anak-anaknya ke sekolah, tempat les, dan belanja," jelas Raihan.