Semarang: SD Lewat Sungai, Fakta!

Featured Image

Di Kota Semarang, Jawa Tengah, seorang siswi sekolah dasar (SD) menjadi sorotan publik setelah video yang memperlihatkan dirinya berjalan di tepi sungai untuk menuju sekolah viral di media sosial. Siswi tersebut, yang diketahui bernama JES (8), merupakan murid kelas II di SDN 01 Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur.

Setiap hari, JES harus menempuh perjalanan yang berbahaya dan melelahkan. Dia didampingi oleh ibunya, Imelda Tobing (55), menyusuri jalur curam dan licin di pinggiran sungai demi mencapai sekolah. Akses ini terpaksa mereka lalui karena jalan utama menuju rumah mereka telah ditutup akibat sengketa kepemilikan lahan yang berkepanjangan.

Sengketa Lahan Berawal dari Transaksi Lisan

Permasalahan ini bermula pada tahun 2011. Ayah JES, Juladi Boga Siagian (54), yang berprofesi sebagai pemulung, membeli sebidang tanah dari seseorang bernama Zaenal Chodirin. Transaksi tersebut dilakukan secara lisan, dengan pembayaran yang dilakukan secara bertahap. Juladi mengaku bahwa Zaenal memberikan kemudahan dalam proses pembayaran tersebut.

Namun, setelah Zaenal meninggal dunia, adik kandungnya, Sri Rejeki, mengajukan gugatan hukum terhadap Juladi. Sri Rejeki mengklaim bahwa dirinya adalah pemilik sah lahan tersebut berdasarkan sertifikat resmi kepemilikan.

Juladi menuturkan bahwa setelah Zaenal meninggal, awalnya tidak ada masalah. Namun, kemudian Sri Rejeki melaporkannya dengan tuduhan menyerobot tanah.

Putusan Pengadilan dan Penutupan Akses Jalan

Proses hukum atas sengketa lahan ini berlanjut hingga ke pengadilan. Pada tanggal 17 Juli 2025, Pengadilan Negeri Semarang memutuskan bahwa Juladi bersalah karena terbukti menggunakan lahan tanpa hak yang sah. Ia divonis hukuman penjara selama tiga bulan.

Tidak lama setelah putusan pengadilan keluar, akses jalan yang biasa dilalui oleh keluarga Juladi ditutup oleh pihak Sri Rejeki. Meskipun Juladi telah mengajukan banding atas putusan tersebut, akses jalan tetap diblokir.

Juladi mengaku telah melaporkan permasalahan ini kepada ketua RT dan kelurahan setempat, namun belum menemukan solusi yang memuaskan. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengunggah video JES ke media sosial dengan harapan dapat menarik perhatian publik dan mendapatkan bantuan. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap keselamatan anaknya yang setiap hari harus melewati sungai untuk pergi ke sekolah.

Penjelasan Pihak Penggugat

Pengacara Sri Rejeki, Roberto Sinaga, membenarkan adanya penutupan akses jalan tersebut. Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan langkah preventif yang dilakukan karena jalan tersebut merupakan bagian dari tanah milik kliennya.

Roberto Sinaga mengklaim bahwa pihaknya telah mencoba melakukan mediasi sejak tahun 2019, namun tidak mencapai titik temu. Bahkan, mereka sempat menawarkan solusi damai dengan melepaskan 3,5 meter lahan, tetapi pihak Juladi justru meminta ganti rugi sebesar ratusan juta rupiah.

Menurut Roberto, bukti-bukti yang diajukan oleh Juladi di pengadilan tidak autentik dan tidak dapat membuktikan kepemilikan sah atas lahan tersebut.

Upaya Pemerintah Kota Semarang Mencari Solusi

Camat Gajahmungkur, Puput Widhiyatmoko Hadinugroho, menyatakan bahwa kasus sengketa lahan ini telah beberapa kali dimediasi dari tingkat RT hingga kelurahan sejak tahun 2019. Ia mengimbau agar pihak penggugat, Sri Rejeki, menunjukkan empati terhadap kondisi keluarga Juladi, terutama terhadap anak mereka yang harus melewati jalur berbahaya untuk bersekolah.

Puput berharap agar Sri Rejeki bersedia membuka akses jalan sementara selama proses hukum masih berjalan, demi keselamatan JES saat berangkat dan pulang sekolah. Ia juga menyoroti adanya ketegangan sosial yang mempersulit proses mediasi. Juladi disebut kurang harmonis dengan lingkungan sekitar dan sempat terlibat konflik dengan warga.

Pihak kecamatan berharap agar komunikasi antara semua pihak dapat membaik dan yang terpenting, anak tidak menjadi korban dari konflik orang tua.

Dinas Pendidikan Pastikan Hak Pendidikan Anak Terpenuhi

Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Semarang, Aji Nur Setiawan, memastikan bahwa JES tetap dapat bersekolah dan mendapatkan hak pendidikannya. Ia menegaskan bahwa permasalahan sengketa lahan ini tidak boleh mengganggu proses belajar JES. Dinas Pendidikan akan membantu agar anak tersebut tetap mendapatkan hak pendidikannya.

Aji Nur Setiawan menekankan bahwa konflik orang dewasa tidak boleh mengorbankan pendidikan anak. Anak harus tetap sekolah dan hak-haknya tidak boleh terganggu.

Kondisi Rumah dan Jalur Alternatif yang Berbahaya

Berdasarkan pantauan di lapangan, rumah keluarga Juladi terletak di tepi sungai. Akses jalan yang ditutup memiliki lebar sekitar 1 meter. Akibat penutupan jalan tersebut, keluarga Juladi terpaksa melalui jalur sempit di sepanjang aliran sungai yang licin dan rawan, terutama saat musim hujan. Kondisi ini sangat membahayakan keselamatan JES dan ibunya saat mereka pergi dan pulang sekolah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama