:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3745116/original/083642800_1639919220-perusahaan-monorel-bandung-raya-terbentuk.jpg)
, BANDUNG - Wacana pembangunan transportasi massal kembali menghangat setelah Litbang Kompas merilis hasil survei mengenai persepsi masyarakat Jawa Barat terhadap kinerja Gubernur Dedi Mulyadi bersama Wakil Gubernur Erwan Setiawan.
Salah satu temuan menarik adalah mayoritas warga menilai positif langkah pengembangan monorel di kawasan Bandung Raya serta program reaktivasi jalur kereta api yang belakangan digarap serius oleh pemerintah daerah.
Sebelumnya diberitakan, wacana pembangunan monorel Bandung Raya ini meliputi rute yang menghubungkan kawasan utara dengan selatan Bandung. Sedangkan dari barat ke timur atau sebaliknya, dihubungkan dengan sistem Bus Rapid Transit (BRT). Rute jelasnya masih dalam pengkajian kembali.
Kemudian reaktivasi jalur kereta api di Jabar pun sempat digaungkan kembali Dedi Mulyadi di awal jabatannya. Setidaknya ada lima jalur yang tengah diangkat untuk direaktivasi, yakni Banjar-Pangandaran-Cijulang, kemudian jalur Garut-Cikajang, jalur Bandung-Banjaran-Soreang-Ciwidey, jalur Rancaekek-Tanjungsari, dan jalur yang terputus akibat bencana yakni Cipatat-Padalarang.
Hasil survei Litbang Kompas sendiri mencatat bahwa dukungan terhadap proyek monorel di wilayah metropolitan Bandung cukup kuat. Mayoritas responden, yakni 80,4 persen, menyatakan puas dengan wacana pembangunan moda transportasi modern tersebut. Namun demikian, resistensi juga muncul dari sebagian masyarakat.
“Yang cukup tidak diapreasi dan resisten jam masuk sekolah 06.30 WIB. Kemudian mengaktifkan jalur kereta api tingkat tidak puas itu 20 an persen. Sama juga soal pengembangan monorel di Bandung Raya 15,9 persen tidak puas,” ujar Rangga Eka Sakti, peneliti Litbang Kompas, menegaskan melalui siaran tertulis Pemprov Jabar, Selasa (19/8/2025).
Di sisi lain, survei menunjukkan bahwa ketika menyangkut aspek infrastruktur transportasi secara umum, angka kepuasan warga masih cukup beragam.
Layanan transportasi publik tercatat hanya meraih 53,5 persen kepuasan, sementara persoalan pengelolaan sampah menorehkan catatan kritis dengan 58,8 persen responden menyatakan ketidakpuasan.
Artinya, meski inovasi transportasi berbasis rel seperti monorel dan reaktivasi kereta mendapat apresiasi luas, pekerjaan rumah lain di sektor infrastruktur masih menumpuk.
Tak hanya berhenti pada isu transportasi, survei Litbang Kompas juga menyingkap sejumlah indikator kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memengaruhi persepsi publik terhadap duet kepemimpinan Dedi Mulyadi–Erwan Setiawan.
Secara keseluruhan, keduanya memperoleh nilai rata-rata 8,5 dari warga. Mayoritas responden menilai kepemimpinan KDM positif: 97,2 persen warga Jabar puas, 98,9 persen menyebut citra gubernur sangat baik, dan 99 persen menganggap KDM peduli, merakyat, sekaligus responsif.
Hasil penilaian berbasis skala 1–10 menunjukkan tren dominasi skor tinggi. Sebanyak 35,7 persen responden memberikan nilai sempurna (10), 25,3 persen memberi skor 8, dan 19,2 persen menilai 9. Skor menengah juga terlihat, di mana 11 persen memilih angka 7, sedangkan nilai 5 dan 6 masing-masing dipilih oleh 3,3 persen dan 3,4 persen.
Kelompok yang memberi nilai rendah (1–4) jumlahnya sangat kecil, kurang dari 2 persen total responden. Dengan standar deviasi 1,634, rerata 8,51 mengindikasikan penilaian publik yang cenderung positif secara umum.
Namun demikian, persepsi publik tak sepenuhnya konsisten. Menurut Rangga, kepuasan masyarakat menurun drastis saat menyentuh isu-isu ekonomi. Penyediaan lapangan kerja, misalnya, mendapat catatan serius: hanya 31,4 persen responden yang puas, sedangkan 67,2 persen menyatakan tidak puas.
“Soal lapangan kerja paling kentara. Masyarakat merasa lapangan kerja sangat sempit dan berharap segera diselesaikan. Tingkat kepuasan sangat rendah. Isu kemiskinan pun serupa, dengan 37,9 persen menyatakan puas dan 60,4 persen tidak puas," papar Rangga.
Persoalan pemberian bantuan sosial juga masih menuai kritik. Dari total responden, 48,8 persen menilai penyaluran bantuan kesejahteraan masyarakat belum optimal, meskipun 50,4 persen menyatakan puas. Data tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan perbaikan tata kelola distribusi bantuan agar lebih tepat sasaran.
Survei ini dilakukan Litbang Kompas dengan metode wawancara tatap muka pada 1–5 Juli 2025. Sebanyak 400 responden dipilih melalui sistem pencuplikan bertingkat secara acak di Jawa Barat.
Survei yang dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara). Menggunakan metode pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian +/- 4,9 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.