
Di Indonesia, bendera Merah Putih bukan sekadar kain dua warna. Melainkan manifestasi dari semangat perjuangan, harga diri, dan identitas kebangsaan.
Namun, dalam beberapa hari terakhir memasuki awal Agustus bulan kemerdekaan, media sosial menampilkan fenomena mencolok, dengan maraknya isu bendera bajak laut One Piece ketimbang bendera negara sendiri. Apa makna dari gejala ini?
Berdasarkan kajian semiotika, Roland Barthes (1957) menyatakan bahwa simbol bukan hanya menyampaikan makna denotatif, tetapi juga konotatif. Bendera, dalam pengertian ini, bukan sekadar penanda visual, tetapi pembentuk ideologi.
Merah Putih merupakan simbol yang secara historis melekat dengan perjuangan kemerdekaan, pengorbanan jiwa raga, dan semangat persatuan bangsa. Bahkan, Bung Karno dalam pidatonya tanggal 17 Agustus 1946 menegaskan bahwa.
Merah Putih bukan bendera sembarangan. Ia adalah jiwa bangsa.
Pandangan ini ditegaskan pula oleh Pemikir Pancasila, Yudi Latif (2011) dalam bukunya Negara Paripurna, bahwa simbol-simbol negara adalah “metafora-metafora suci” yang berfungsi sebagai pemersatu imajinasi kolektif bangsa.
Sebaliknya, bendera bajak laut Jolly Roger dari anime One Piece merupakan produk budaya pop yang membawa simbol perlawanan terhadap ketertindasan dan pencarian kebebasan. Sehingga, dalam konteks tersebut, bendera bajak laut melambangkan “resistensi imajinatif” terhadap dunia yang mapan.
Menurut Henry Jenkins (2006), pakar budaya populer dari MIT, menyebutkan bahwa fandom modern membentuk “affective communities” yang mengikat emosional para penggemarnya. Maka, tidak heran jika banyak yang tersentuh saat bendera kelompok fiktif Topi Jerami roboh dalam adegan dramatis.
Degradasi Nilai dalam Sakralitas Simbol
Dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, jelas ditegaskan bahwa Merah Putih harus dihormati dan tidak boleh diperlakukan secara sembarangan.
Pakar politik kebangsaan Azyumardi Azra (2001) dalam Identitas dan Politik Simbolik menegaskan bahwa simbol negara merupakan "titik temu antara nilai-nilai spiritual dan kesadaran kolektif". Artinya, penghormatan terhadap bendera negara merupakan bagian dari penghormatan terhadap eksistensi bangsa itu sendiri.
Sebaliknya, simbol fiksi seperti bendera One Piece memperoleh makna dari narasi emosional yang dibangun secara konsisten dan kuat. Bendera itu menjadi simbol loyalitas dan persaudaraan antartokoh, bukan simbol kenegaraan.
Namun ketika generasi muda menempatkannya pada altar emosi yang sama atau bahkan lebih tinggi dari Merah Putih, kita patut merenungkan, apakah terjadi pergeseran nilai dari entitas bangsa ini?
Antara Simbol Imajinatif dan Simbol Konstitusional
Fenomena ini mencerminkan krisis representasi simbol nasional di tengah derasnya arus globalisasi budaya pop. Kita tidak sedang berhadapan dengan sekadar idolization terhadap karakter fiksi, melainkan potensi degradasi terhadap simbol kebangsaan.
Kendati demikian, menurut Komaruddin Hidayat (2003) menyebutkan dalam Psikologi Agama bahwa simbol yang tidak ditanamkan secara spiritual dan edukatif sejak dini akan kehilangan dimensi kesakralannya.
Hal ini diperparah oleh ekosistem pendidikan yang kurang menginternalisasikan makna simbol negara secara kontekstual. Upacara bendera setiap Senin seringkali kehilangan dimensi afeksionalnya karena hanya menjadi rutinitas.
Merawat Kesakralan Simbolisme Kebangsaan
Penting untuk menekankan bahwa mengapresiasi budaya pop seperti One Piece tidak serta-merta salah. Sebab, imajinasi merupakan ruang tumbuh kreativitas. Namun, dalam ruang "nation state", terdapat hierarki nilai. Sejalan dengan hal tersebut, Benedict Anderson (1983) menyebut bangsa sebagai komunitas yang dibayangkan, tetapi ia hanya dapat bertahan bila memiliki simbol-simbol bersama yang dipercaya dan dihormati.
Maknanya bukan sekadar kain, tapi penjaga marwah bangsa. Maka, tugas kita bukan melawan budaya pop, melainkan menumbuhkan rasa terhadap simbol negara.
Budaya digital telah membuka ruang baru bagi ekspresi, tapi ia juga menuntut ketegasan nilai. Di tengah era “suka-suka", kita harus berani mengatakan bahwa ada hal-hal yang tidak boleh ditawar, dan Merah Putih adalah salah satunya.