
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menanggapi keraguan banyak pihak terhadap angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025. Dalam catatan BPS, ekonomi nasional tumbuh 5,2% secara tahunan atau year on year (yoy), jauh di atas prediksi sejumlah ekonom.
Meski banyak diragukan, Amalia menyatakan penghitungan BPS sudah sesuai standar internasional. “Kan ada standar internasional,” kata Amalia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/8).
Padahal banyak ekonom memproyeksikan ekonomi pada periode tersebut melambat dibandingkan tahun lalu. Bahkan angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025 tidak akan tembus hingga 5% karena tidak ada faktor pendorong seperti di triwulan I saat ada momen Ramadan.
Amalia mengatakan pertumbuhan ekonomi tersebut sudah memiliki data yang valid. “Data-data pendukungnya udah oke. Sudah semua. Pendukungnya sudah mantap,” ujar Amalia.
4 Kejanggalan Versi Celios
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda secara terbuka menyampaikan kritik terhadap data BPS. Ia menilai angka pertumbuhan yang tinggi tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
“Saya tidak percaya dengan data yang disampaikan mewakili kondisi ekonomi yang sebenarnya,” kata Huda, Selasa (5/8).
Berikut empat kejanggalan yang disorot Celios:
1. Lonjakan Ekonomi Tanpa Momentum Ramadan-Lebaran
Huda menilai aneh bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II justru lebih tinggi dari kuartal I. Padahal kuartal I mencakup momen ramadan dan lebaran yang biasanya menjadi pendorong utama konsumsi masyarakat.
“Pada kuartal I ada ramadan, pertumbuhan hanya 4,87%. Tapi kuartal II justru melonjak tanpa momen besar apa pun,” kata Huda.
2. Pertumbuhan Industri Tidak Selaras dengan Data PMI
Industri pengolahan tumbuh 5,68%, namun Huda menyoroti ketidaksesuaian dengan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia yang justru terkontraksi di bawah 50 poin selama April-Juni 2025.
“Artinya perusahaan tidak melakukan ekspansi (tambahan produksi) secara signifikan,” ujar Huda. Ia juga mencatat bahwa jumlah PHK meningkat 32% sepanjang semester I, yang menandakan kondisi manufaktur memburuk.
3. Konsumsi Rumah Tangga Tak Sejalan dengan Kontribusi PDB
Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% dan menyumbang lebih dari 54% terhadap PDB. Tapi ini hanya naik tipis dari kuartal sebelumnya yang hanya 4,95%, padahal pertumbuhan ekonomi naik signifikan.
Huda juga menyebut indeks keyakinan konsumen melemah dari 121,1 pada Maret 2025 menjadi 117,8 pada Juni 2025 yang menandakan daya beli masyarakat menurun.
4. Data Ekonomi Tak Sinkron dengan Indikator Lain
Menurut Huda, banyak leading indicators yang tidak mendukung klaim pertumbuhan tinggi dari BPS. Ia meminta BPS menjelaskan secara rinci metodologi dan indikator yang digunakan.
“BPS harus menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan juga pengeluaran,” kata Huda.
CORE Indonesia Soroti Lonjakan Investasi
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menyoroti pertumbuhan investasi yang dinilai tak lazim. BPS mencatat pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 6,99% pada kuartal II 2025, melonjak tajam dari kuartal sebelumnya yang hanya 2,12%.
“Jauh sekali dibanding kuartal I 2025 yang tidak sampai 3%. Tadinya kami perkirakan kuartal II hanya sedikit di atas 3%, tapi kalau sampai 7% memang tinggi sekali,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, nilai investasi itu setara dengan kondisi prapandemi Covid-19 sehingga catatan BPS tersebut dinilainya di luar dugaan.
“Karena pada saat yang sama muncul dari beberapa indikator yang berkaitan dengan investasi, ada banyak keraguan dari para investor terkait dengan kebijakan-kebijakan dan efektivitas daripada kebijakan pemerintah,” ujar Faisal.