
Laporan oleh Wartawan medkomsubang, Yulianus Bwariat.
medkomsubang, MERAUKE - Narkotika jenis Ganja belakangan ini menjadi sebuah trend di kalangan pelajar khususnya di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Bercermin pada sejumlah pengungkapan kasus Ganja di wilayah hukum Polres Merauke, lebih dari 10 anak usia sekolah atau di bawah umur terlibat dalam lingkaran pengguna maupun pengedar Ganja.
Partisipasi anak di bawah umur dalam kasus narkoba jenis Ganja ini masih menjadi misteri. Apakah anak usia sekolah sengaja digunakan sebagai alat utama dalam melakukan transaksi untuk menghindari jeratan hukum karena masih dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Anak? Sebab, dari sejumlah kasus yang telah terjadi, ditemukan seorang pelajar tingkat menengah yang diketahui sudah berurusan dengan kepolisian sebanyak dua kali dengan kasus yang sama.
Yang disayangkan, banyak anak-anak asli Papua yang masuk dalam lingkaran Narkotika Ganja. Tentunya, fenomena ini jika tidak ditangani serius oleh pemerintah daerah dan sejumlah pihak terkait, maka dapat memberikan dampak buruk berkepanjangan pada generasi penerus di Papua Selatan.
Berikut ini informasinya, jenis Narkotika Ganja sangat mudah masuk ke Merauke melalui jalur-jalur ilegal atau jalan tikus yang berada di daerah perbatasan RI-PNG di Kampung Sota, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Kehadiran Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota, tidak menjadi penghalang bagi para pelintas batas negara nakal untuk melakukan transaksi barang ilegal ke Merauke.
Menurut pengamat sosial, Muhammad Novan Prasetya, perlindungan sosial pada anak Merauke dianggap gagal, karena secara nyata anak usia 15-18 tahun telah terjerumus dalam kasus Narkoba jenis Ganja. Hal itu menunjukkan adanya celah besar yang terbuka pada sistem proteksi pengawasan sosial, ketahanan keluarga, dan juga pendidikan.
"Menurut pengetahuan saya dari perkembangan di media, anak-anak usia pelajar di Merauke mulai terlibat kasus Narkoba jenis Ganja sejak tahun 2023 dan sampai sekarang masih ada kasus yang sama, jadi kalau kita lihat pola ini terus berulang," ujar Novan ketika ditemui awak media di kantornya baru-baru ini.
Menurutnya, keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam kasus Narkoba, dicurigai merupakan strategi yang dimainkan oleh bandar Narkoba, sebab pengawasan pada anak-anak dari segi hukum cukup longgar, hal itu yang menjadi celah dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak pelaku kriminal kelas kakap.
"Casus ini bukan suatu kejadian yang secara tiba-tiba, tapi ini menunjukkan bahwa cerminan dari struktur sosial yang gagal melindungi anak-anak sehingga anak-anak itu dapat dieksploitasi oleh pihak-pihak atau penumpang-penumpang tertentu," tuturnya.
Sistem hukum harus lebih cermat ketika anak-anak jatuh dalam kasus criminal. Sejatinya anak-anak menjadi subjek perlindungan oleh hukum negara, bukan fokus ketika anak-anak berperan sebagai pelaku.
Peran penyelenggara pendidikan sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir anak, memberikan gambaran langkah-langkah yang dilakukan setelah bebas hukuman.
"Actually, what the government is doing is how to accompany children who have been involved in drug cases, not just simply giving legal sanctions and then leaving them free and abandoned. There is potential they might return to that dark world again," he said.
Diketahui, dalam pasal 111 ayat 1 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur, dapat menjerat pelaku di bawah umur, namun pasal tersebut dinilai belum mampu memberikan efek jera karena masa hukumannya yang sangat singkat. Sehingga setelah anak tersebut bebas, diperlukan dorongan dari pemerintah melalui pendidikan atau pendampingan khusus.
"Could it be considered futile, if that child is left free without any supervision or education? What steps should be taken after being freed to ensure they do not fall back into negative habits as before," he said.
"Mengingat hal tersebut, masa depan anak masih dapat kita ubah menjadi lebih baik, pemerintah harus berperan agar anak yang terlibat dalam kasus tidak dicap sebagai kriminal," tambah Novan.
Berbicara soal penindakan terhadap pelaku Narkotika di bawah umur, penegak hukum telah menjalankan tugas sesuai fungsi masing-masing penegak hukum. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apa yang dilakukan terhadap anak di bawah umur setelah menjalani masa hukuman, bagaimana pemerintah melihat fenomena ini.
Dalam tubuh pemerintahan ada dinas sosial, perlindungan anak, sebenarnya negara kita memiliki perangkat-perangkat itu, namun tampaknya tidak berfungsi dengan baik atau apa alasannya saya juga tidak tahu,
"Tidak usah jauh-jauh, kasus ringan seperti keterlibatan anak-anak yang kecanduan hirup lem Aibon, peran pemerintah dapat dikatakan belum optimal dalam penanganan kasus ini, karena dapat dilihat kasus ini terus berulang dan masih saja ditemukan berarti dapat dikatakan tidak ada evaluasi pemerintah daerah sehingga tidak optimal," ujarnya.
Peran pemerintah tidak hanya sebatas melaksanakan program hingga rehabilitasi, namun harus melakukan pendampingan.
Diketahui, Kabupaten Merauke berbatasan dengan negara Papua Nugini (PNG), tepatnya di Kampung Sota, sehingga Narkotika jenis ganja sangat mudah masuk melalui daerah perbatasan.
Untuk memastikan informasi masuknya Ganja melalui perbatasan RI-PNG di Kampung Sota, media ini mencoba melakukan penelusuran ke sejumlah jalan tikus yang dianggap luput dari pengawasan pihak keamanan perbatasan.
Menurut pengakuan salah satu warga daerah kampung setempat yang namanya enggan dipublikasikan, ada 5 jalur ilegal yang sering dilalui oleh para pelintas batas, baik dari Indonesia ke PNG maupun sebaliknya.
"Ada sekitar 5 jalan tikus, yang paling dekat ada di samping Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota, dan baru-baru ini juga TNI penjaga perbatasan tangkap beberapa orang yang kedapatan bawa Ganja," akui orang tersebut.
Dengan informasi dari warga tersebut, wartawan media ini melakukan penyelidikan di sejumlah jalur bawah tanah yang disebutkan, dan ternyata memang benar, tidak ditemukan tim pengawas atau keamanan yang menjaga 24 jam di jalur-jalur bawah tanah tersebut.
Ketika dikonfirmasi, pihak keamanan setempat mengakui telah mengetahui adanya sejumlah jalan tikus tersebut, dan untuk mencegah terjadinya transaksi ilegal, pihak keamanan terus melakukan patroli secara rutin pada sejumlah jalan yang dimaksud.(*)